Senin, 28 Juni 2010

Seremoni dan Minuman

    By: Ratih

    Minum bukan hanya sekedar kegiatan setelah makan, pada term 'drink' kegiatan ini sudah pasti merujuk pada minum minuman beralkohol. Pada beberapa negara, minuman merupakan salah satu bagian dari ritual penting. Salah satu minuman yang mengundang pro-kontra dalam beberapa masyarakat adalah minuman beralkohol. Bagi masyarakat yang suka minuman beralkohol menganggap minuman ini adalah minuman yang memberi kekuatan terutama bagi para lelaki. Sedangkan bagi masyarakat yang tidak melibatkan minuman beralkohol dalam ritual-ritualnya, menganggap alkohol merusak tubuh manusia. Suku apa sajakah yang pro-kontra pada minuman ini dan kegiatan apa yang diiringi dengan minuman alkohol? Tulisan ini hendak menggambarkan suku-suku yang pro dan kontra disertai alasan mereka secara umum berdasarkan hasil penelitian para ahli.

    Suku Kofyar di utara Nigeria merupakan suku yang suka membuat, minum, bicara dan berpikir soal alkohol. Pada dasarnya, hal ini didasari oleh alasan relijius, minuman beralkohol merupakan jalan menuju Tuhan. Pada suku Aztec, minuman beralkohol ada dalam seremoni relijius. Para peserta seremoni harus minum sampai mabuk. Syarat ini merupakan keharusan, bila tidak dilaksanakan, dewa akan kecewa. Sedangkan di India pada beberapa tempat ibadah, jemaahnya menuangkan alkohol demi dewa. Secara garis besar, suku-suku yang pro minuman beralkohol memiliki alasan atas dasar nilai-nilai relijius, bukan semata-mata demi kesenangan belaka. Sungguh berbeda dengan suku-suku yang kontra, diantaranya: Suku Hopi, Indian Pueblo, dan Protestan tidak boleh meminum minuman beralkohol sekalipun hanya simbolik dalam ritual. Di India pada beberapa tempa ibadah tidak memperbolehkan percikan alkohol sebab akan merusak kesucian jemaah dan tempat ibadah.

    Pada beberapa masyarakat, ada konsekuensi emosional dari minuman, seperti di Pago-pago, sebagai suatu bentuk kesantunan. Di Jepang, bila minum dengan porsi dan waktu yang tepat, merupakan cara untuk memberi sensasi secara fisik. Sedangkan pada masyarakat sub-urban, seorang istri menyambut suaminya yang baru pulang kerja dengan cocktail agar terpisah pikiran sang suami dengan pekerjaan yang membuat penat.

    Alasan mereka bukanlah sebuah opini yang muncul sehari dua hari tapi merupakan alasan turun temurun yang dilestarikan melalui ritual kepercayaan. Berbeda dengan kondisi masyarakat masa kini yang cenderung menganggap minuman sebagai cara untuk bersosialisasi dengan nilai-nilai baru yang dianut masyarakat kota. Bukan merupakan sebuah nilai yang berhubungan dengan Tuhan yang ghaib itu, tetapi sebuah cara untuk berhubungan manusia lainnya dengan alasan yang cenderung duniawi.

Daftar Pustaka:

Marshall, Mac. 2000. Beliefs, Behavior & Alcoholic Beverages: A Cross Cultural Survey. Michigan: The university of Michigan Press.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar